Monday, July 13, 2009

Perhelatan akbar pesta demokrasi negeri ini sudah mendekati babak akhir. Meskipun hasil pilpres belum ditetapkan oleh KPU, namun berdasar quick count pasangan SBY-Boediono dipastikan unggul.

Keunggulan yang cukup telak yakni sekitar 60% tetap mencerminkan komposisi parpol pendukung koalisi. Hal ini berbanding terbaik dengan perolehan JK-Wiranto yang justru di bawah suara Golkar tanpa koalisi.

Dengan kekalahannya, seharusnya menempatkan Golkar dengan koalisinya sebagai oposisi sesuai kesepakatan koalisi besar yang telah dibangunnya bersama Hanura, PDIP dan Gerindra beberapa waktu lalu.

Namun, perkembangan politik terakhir mengindikasi kemungkinan Golkar masuk dalam pemerintahan dan tidak mengambil peran oposisi.

Mencermati sinyal politik ini, publik kembali akan menonton akrobat politik yang dimainkan Golkar. Kelihaian partai yang telah berkuasa selama 42 tahun dan sarat akan asam garamnya.
Jauh sebelum pencapresan JK, kesiapan Golkar menjadi oposisi pun telah dipertanyakan.

Bahkan seorang pengamat politik dalam sebuah dialog di TV pernah menyebut 'Golkar yang selalu konsisten dalam inkonsistensi'. Ini tak lepas dari track record selama ini.

Meskipun Syafi'i Ma'arif berkata: 'JK is the real president', namun perolehan suara yang terus menurun setiap pemilu menunjukkan juga bahwa publik menganggap: 'Golkar is the real looser'. Barangkali Golkar memang harus menjadi oposisi.

Kini rakyat akan menunggu akankah Golkar lulus dalam ujian konsistensi? Partai yang 'berjasa' mengubah Indonesia dari Singa Asia menjadi Tikus Asia ini memang dalam posisi yang cukup sulit. Bila salah langkah, niscaya baginya kiamat sudah dekat.

Widodo
widodo@nhm.co.id

Sumber: inilah

1 comment:

  1. mungkin GOLKAR takut kehilangan sumber pendapatan partainya yang kebanyakan bersumber dari pejabat2 dari partainya..hehehe

    ReplyDelete