Tuesday, April 21, 2009




By: Om Wied [Musafir Halmahera]
---------------------------------
Membaca Manusia Kecil dari Ust. Anis Matta yang menyembul di layar monitor terselip diantara file “syahwat dunia” mengajak sesaat untuk merenungi perjalanan hidup, terlebih bagi kader dakwah. Sejenak terlintas dalam pikiran, pesan makna hidup manusia yang jangan hanya meninggalkan tiga kalimat yang terpahat dalam seonggok batu nisan: Si fulan bin fulan, Lahir tanggal sekian, Wafat tanggal sekian.

Hiruk pikuk pesta demokrasi yang hampir satu tahun mengalirkan dinamika kehidupan bagi para kader dan juga partai. Terkadang angin semilir namun tidak jarang “badai” menerpa. Dari sanjungan hingga caci maki menyapa Partai Kita Semua. Berbagai analisa dipublikasikan baik yang menguntungkan maupun yang merugikan, pro dan kontra yang menambah “bumbu” hajatan politik. Pembentukan opini dan “memelintir” berita dari nara sumber tak lepas dari kepentingan “menarik” simpatisan.

Disinilah peran soliditas kader mengemuka, nilai-nilai dakwah yang diusung mengajak mereka mengesampingkan ego dalam bersikap menghadapi perbedaan. Berpegang teguh pada tali Allah sungguh amatlah berat. Namun, “Kebaikan yang tidak dikelola dengan baik akan dikalahkan kejahatan yang dikelola dengan baik” begitu nasihat Ali Bin Abu Thalib Ra. Partai ini sudah menyatakan inklusif, terbuka. PKS mencoba meng-aplikasi-kan tahapan tahapan dakwah yang disampaikan dalam tarbiyah. Bagi kader tentu tak asing ditelinga Tabligh / Ta’rif, Ta’lim dan Takwin yang menuntut kader berperan secara maksimal. Cerdas menempatkan posisi kepada siapa ia berbicara. “Berbicaralah dengan bahasa mereka”, begitu Rasulullah dalam sabdanya.

PKS sudah menjelma bak Umar Ibnu Al Khathab yang konon Syaithan pun enggan berpapasan dengannya. Tapi, tidak sedikit Kader yang masih membawa “keraguan” dalam jamaah dakwah ini. Mempertanyakan kembali komitmen nilai nilai yang usung sebagaimana diawal kelahirannya. Tentu sah-sah saja dan juga tidaklah salah mereka bertanya, seperti 'Musafir' yang membutuhkan uluran semangat untuk berlari guna menyamakan langkah yang tertinggal. Dan rasa syukur Musafir pun terucap, tatkala jalan dakwah nan berliku, bahkan terjal terasa ringan. Seringan debu dalam derap langkah barisan dakwah.

Sirah Nabawiyah yang selalu kita jadikan rujukan, memberikan gambaran dengan jelas tatkala Abdullah bin ‘Ubay, Musailamah Al Kadzab memainkan peran 'muslihatnya'. Akan selalu ada orang yang selalu mnggadaikan kehidupan akhirat dengan kehidupan dunia yang hanya sesaat. Namun tentu juga ada orang seperti Khalid bin Walid, yang kelak di kemudian hari mampu berkata : “SAYA TIDAK BERJUANG UNTUK UMAR…!!, sekarang saya bebas menjemput Syahid di medan Jihad. Karena saya hanya berjuang untuk Allah!” tatkala surat dari Amirul Mukminin diterima tentang pencopotannya sebagai panglima.

Bagaimana dengan Antum, ya Akhi…

Halmahera Utara, 4 November 2008

Sumber: pkspiyungan

1 comment:

  1. ass.wr.wb,,,ungkapan jawa mngatakan,,,hidup singah minum sebentar. dari mana kita berasal untuk apa kita hidup dan kemana kita kan kembali,dunia adalah ujian bukan tujuan,,dizaman akhir,,,ini mudah2han allah,swt selalu memberikan hidayahnya,,tuk berpegang teguh,,pda DINya..sampai ajal menjemput kita,,,,dengan predikat,,,khusnul khotimah,,,insyaallah,luruskan niat sempurnakan ikhtiar tuk selalu berjuang dijalanya,,"HIDUP MULIA TAU MATI SAHID" insyallah

    ReplyDelete